Jumat, 14 Maret 2008

Hemat sih hemat tapi......

Melalui PLN pemerintah akan memberlakukan insentif dan disinsentif terhadap pemakaian listrik. Pemerintah memperkirakan akan dapat menghemat beberapa trilyun rupiah pertahun apabila rencana ini dilaksanakan.
Memang hal ini baik dilaksanakan karena masyarakat akan belajar berhemat, serta dapat mengurangi beban negara. Tapi sisi lain?
Kita ambil contoh kota Trenggalek yang berada di propinsi Jawa Timur! Daerah ini adalah sebuah daerah yang berpagarkan gunung, dengan kata lain penduduknya banyak yang tinggal dipegunungan. Selain itu Trenggalek juga salah satu kabupaten dengan pendapatan rendah, serta daerah yang rawan bencana alam.
Pertanyaannya adalah :
  1. Setega itukah pemerintah memberlakukan kebijakan tersebut di Trenggalek?
  2. Apakah PLN didaerah itu sudah memenuhi kewajibannya pada pelanggan?

Mungkin pemerintah & PLN berfikir semua daerah sama. Namun kita ketahui di Indonesia banyak daerah pinggiran yang belum terjamah oleh listrik.

Disini saya akan memberi sedikit gambaran tentang daerah pinggiran yang belum terjamah listrik dan bagaimana penduduknya dengan swadaya mencoba berbagi listrik.

Pak Dermawan (nama samaran) bertempat tinggal di Dusun Soko Kec. Bendungan Kab. Trenggalek, rumah beliau masih termasuk wilayah yang mendapat aliran listrik. Rumah beliau berada didaerah yang termasuk banyak penduduknya diwilayah itu dan berada dilereng pegunungan bendungan.

Sedangkan Pak Harto (nama samaran) beliau bertempat tinggal didaerah yang belum teraliri listrik. Rumah beliau berada diseberang jurang berbelakangan dengan rumah Pak Dermawan. Lingkungan Pak. Harto juga cukup ramai disana ada 12 KK dan kesemuanya belum menikmati listrik.

Demi mendapatkan listrik beliau bersama warga lingkungan bergotong royong membeli kabel untuk menyalur listrik dari rumah Pak Dermawan. Jarak rumah P. Dermawan dengan rumah P. Harto sekitar 1800m itu jika ditarik garis lurus. Sedangkan kabel tersebut harus melewati jurang. Bisa dibayangkan berapa meter kabel yang dihabiskan.

Daya yang dimiliki Rumah P. Detmawan adalah 450 watt. Dan hanya digunakan untuk penerangan saja. Biasanya P. Dermawan perbulan hanya menggunakan listrik sekitar 45 kwh itu di bawah batas yang nanti ditetapkan pemerintah atau dibilang P. Dermawan hemat listrik.

Akan tetapi setelah disalurkan kerumah P. Harto yang berjarak seperti diatas, apa yang terjadi? Pemakain meningkat tajam mencapai 170kwh, itu melebihi ambang batas yang ditetapkan pemerintah. yang mengakibatkan P. Dermawan terkena Disinsentif pemakaian listrik.

Kalau saja PLN mau membangun jaringan listrik sampai pemukiman P.Harto halini takkan terjadi. Tapi apa yang terjadi? PLN enggan membangun jaringan dengan beribu alasan.

Keadaan seperti ini tidak hanya terjadi didaerah ini! Banyak daerah lain yang melakukan hal yang sama demi menikmati aliran listrik.

Dengan keadaan demikian, akankah Pemerintah tetap memberlakukan kebijakan tersebut didaerah yang sama seperti contoh diatas.

Dan satu lagi, PLN selama ini hanya menuntut kewajiban pelanggan untuk membayar iuran dengan tertib tanpa memperhatikan hak - hak konsumen/pelanggan. Contoh nyata, pelanggan setiap bula harus membayar listrik tepat waktu, dan apabila terlambat dikenakan denda. Sedangkan PLN mengadakan pemadaman semaunya dengan durasi pemadaman 1 - 2 menit. Dan itupun kalau cuman sekali, bisa 1 hari terjadi pemadaman 5 kali dengan durasi 1-2 menit.

Kami sebagai pelanggan tertib PLN sangat KECEWA dengan kinerja PLN serta menyesalkan kebijakan pemerintah.

Tidak ada komentar: